pemahaman (yang salah) tentang pajak

selama ini kita (barangkali) salah memahami tentang esensi pajak.
1. pajak: dari masa ke masa, sebuah praktek
  • masa kerajaan/kesultanan
pajak merupakan suatu keharusan bagi rakyat, berdasarkan pemahaman bahwa raja berkedudukan sebagai 'pemangku bumi' (paku bumi) artinya sebagai pemilik bumi. sudah semestinya rakyat, dalam hal ini sebagai penghuni (baca: pemakai), memberikan pajak kepada sang raja. dalam pengelolaannya, raja tidak memiliki pertanggungjawaban kepada rakyatnya, sehingga pada masa ini tidak dikenal adanya istilah korupsi pajak. 
  • masa feodal
perkembangan
pemahaman pajak mulai terjadi pada masa ini. terdapat timbal balik antara penguasa dengan rakyat, yakni adanya pelayanan pemerintah yang didasarkan pada pajak yang diterima. kelemahannya, pelayanan pemerintah berpriotitas pada pemberi pajak terbesar (baca: kaum kapitalis). sehingga kaum pinggiran hanya mendapat pelayanan 'sisa'. pada masa ini pajak juga disebut sebagai ijzyah.
  • masa ke-Islaman
lahir perubahan terbesar mengenai pemahaman esensi pajak pada masa ini. Islam menempatkan pajak sebagai shadaqah yang dilakukan semata-mata karena Allah. posisi pajak pada masa ini menjadi suatu keseimbangan, bukan persaingan sebagaimana pada masa feodal. adapun pajak pengelolaannya ditujukan kepada yang berhak yakni 8 (delapan) golongan, diantaranya fuqara dan masakin.

2. pajak: pandangan islam dan pengaruhnya
sebagaimana diutarakan di atas bahwa Islam memandang pajak sebagai shadaqah. sehingga sudah seharusnya ketika menunaikan pembayaran pajak kita berniat sebagai shadaqah karena Allah. pengelolaannya pun jelas ada pertanggungjawabannya kepada rakyat. kewajiban pemerintah untuk mengelolanya dan mengalokasikannya kepada yang berhak.
adapun penyelewengan pajak berarti menghianati amanah seluruh rakyat sebagai donatur shadaqah. timbul pertanyaan bahwa dimana posisi kita selama ini sebagai pembayar pajak atau pengelola pajak? mestinya kita menerapkan ajaran Islam yang mulia ini.

1 komentar:

Unknown said...

tulisan ini terinspirasi dari sidang shalat jumat di Masjid Bank Indonesia, Jakarta. tepatnya waktu menemani istri saya saat dirawat di RSIA Budi Kemuliaan Jakarta, lantaran mual-mual saat awal usia kehamilan anak pertama kami.

Post a Comment